Daerah (Dprd) Provinsi Sumatera Barat Menyorot SE Yang Dinilai Tidak Pro Rakyat

Realitakini.com-Sumbar
Surat Edaran (SE) Gubernur Sumatera Barat tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi masih menjadi perdebatan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat pun menyorot SE yang dinilai tidak pro rakyat tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Sumatera Barat telah mengeluarkan SE tentang Dukungan Gerakan Percepatan Tanam Padi. Dalam SE tersebut, petani diminta untuk mengolah kembali lahan paling lambat 15 hari setelah panen. Apabila dalam waktu 30 hari tidak digarap, petani bisa bekerjasama dengan UPT Pertanian di wilayah masing-masing dan TNI untuk penggarapan dengan sistim bagi hasil pengelolaan
Gubernur telah memposisikan TNI sebagai mitra bisnis, bukan dilandasi semangat mendukung petani secara cuma-cuma. Padahal, TNI tidak diperbolehkan berbisnis sebagaimana Pasal 39 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,” jelasnya.
Selain itu, pembagian hasil 20 persen untuk petani dan 80 persen untuk pengelola dinilai meminggirkan hak-hak petani serta bertentangan dengan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Komisi II DPRD Provinsi Sumatera Barat, Selasa (14/3) menggelar rapat kerja dengan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (Distanhorbun) Provinsi Sumatera Barat untuk membahas lebih jauh SE tersebut.“Ini untuk mendalami lebih jauh substansi dari SE tersebut karena masih menjadi perdebatan,” kata Ketua Komisi II DPRD Sumatera Barat, Yuliarman.
keluarnya SE tersebut adalah untuk menggenjot pemanfaatan lahan pertanian dan percepatan tanam padi. Dengan percepatan musim tanam, diharapkan target areal tanam 600 ribu hektar per tahun bisa tercapai ujar Kepala Distanhorbun Provinsi Sumatera Barat, Candra, kepada Komisi II menjelaskan, “Dengan luas baku tanam 200 ribu hektar lebih, target realisasi tanam sekitar 600 ribu hektar per tahun. Dengan demikian, minimal 2,6 kali tanam setahun dan target produksi padi 3 juta ton per tahun bisa dicapai,” kata Candra.
Anggota Komisi II DPRD Sumatera Barat Zalman Zaunit mengomentari, sebaiknya ada koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota sebelum SE tersebut diberlakukan. Menurutnya, karakter lahan pertanian di Sumatera Barat tidak sama di seluruh daerah. Bagi daerah atau lahan yang  memiliki ketersedian jaringan irigasi aktif, pola seperti itu bisa diterapkan.“Namun, kita harus melihat, tidak semua daerah memiliki jaringan irigasi. Disamping itu, ada pula jaringan irigasi tersedia namun tidak aktif,” katanya.
Sekretaris Komisi II DPRD Sumatera Barat Nofrizon meminta penundaan pemberlakuan SE nomor 521.7/2088/Distanhorbun/2017 yang dikeluarkan pada tanggal 6 Maret 2017 tersebut. SE tersebut harus dikoordinasikan dengan kepala daerah kabupaten dan kota serta kepala dinas terkait di pemkab/ pemko.“Tunda dulu pelaksanaannya, koordinasikan lebih dulu dengan bupati dan walikota serta kepala dinas terkait,” ujarnya.( Wt)


Previous Post Next Post