Batagak Panghulu Di Minangkabau


Oleh Sutan Syahril Amga, SH, MH



Realitakini.com Tanah Datar                                    -Panghulu adat adalah jabatan ter tinggi di alam Minangkabau. Orang yang memiiki Panghulu itu adalah bangsawan Minangkabau. Oleh sebab itu tidak banyak orang yang mema kai gelar Panghulu adat tersebut. 

Tempo dulu menurut sejarahnya Panghulu adat di Minangkabau hanya dua orang saja, Sutan Palito Basa Nan Bagala Datuak Katumang guangan, dan yang ke dua Sijatang Sutan Balun yang bergelar Datuak Parpatiah Sabatang. Kemu dian atas tersohornya kedua Datuak ini sampai ke beberapa negara maka berkeinginan pula yang lain untuk menjadi Panghulu adat yang di panggil Datuak. 

Hal tersebut disampaikan Sutan Syahril Amga, Dt Rajo Indo, S. H, M.H saat wawancara dengan media dalam tulisannya bagian ke dua, Rabu (27/10/2023). 

Menurutnya karena tuntutan zaman dan desa kan anggota dari kaum dari masing-masingnya Datuak Katumangguangan dengan Datuak Par patiah Nan Sabatang berdasarkan data dan fakta yang diangkat menjadi arsitektur adat bertolak dari kejadian dari peristiwa itu maka secara De jure dan De facto gelar untuk kedua orang tua itu di Minangkabau itidak ada yang menggugat dan tidak perlu digugat. 

Atas keinginan jadi Panghulu adat dari sejumlah anggota masyarakat Minangkabau itu arsitektur adat membuka pintu yang seluas luasnya. Na mun ada syarat yang ditentukan oleh arsitektur adat itu sebanyak 4 macam. Jika syarat yang 4 macam tersebut sudah terpenuhi maka orang itu telah syah menjadi Panghulu adat dan harus di panggil Datuak. 

Adapun 4 ayat itu menurut St Syahril Amga  yang pertama atau ke-1 Barumah Adat Nan Bagonjong, ke-2 mempunyai tanah untuk pon dam perkuburan, yang ke-3 Adat baisi (baisi adat  ka nagari yang ke-4 Manuang limbago. Syarat ke 1 dan 2 sudah tidak asing lagi bagi kita. Syarat yang ke-3 Maisi adat ke nagari maksudnya mem berikan ilmu pengetahuan adat kepada masyara kat nagari yang di muka dan yang di belakang serta masyarakat nagari yang di suak/kida/kiri dan kanan masyarakat nagari dari nagari calon itu ( merepretasikan) ilmu adat. Ke-4 limbago batuang, limbago adalah inti dari suatu biji artinya memberikan inti inti ilmu pengetahuan adat kepada anggota kaumnya. 

Akan tetapi perioderisasi pengangkatan Pang hulu itu sudah 4 kali sesuai dengan kehendak yang berkuasa pada zamannya. Oleh karena itu pengangkatan Panghulu itu boleh boleh saja asal tidak melanggar ketentuan adat Nan Saba tang Panjang. Kecuali kontradiksi dan berten tangan dengan adat lamo (lama) Pusako usang memang Panghulu bisa di sebut Panghulu ka leng kalengan oleh orang banyak. 

Mengangkat Panghulu adat dalam suatu kaum pada umumnya bertolak dari tuntutan zaman, bahkan ada yang berlandasan atas kebutuhan. Bahkan mendirikan Panghulu itu dapat dikata  kan sebagai hak asasi dari anggota suatu kaum. Oleh karena itu tidak ada hak melarang oleh orang luar kaum dan lagi hukum adat telah me  ngatakan "Badiri Panghulu Sepakat Kaum".

Mala didalam adat sudah dijelaskan, pengang katan Panghulu itu boleh " Basiba Baju" artinya boleh mendirikan atas pecahan gelar dari suatu Panghulu asal tidak melupakan gelar asalnya. Bukti tidak melupakan gelar asalnya makai kali mat "Nan"  ada ditengah-tengah gelar Panghulu yang baru itu. Misalnya gelar asalnya Datuak Ma lano dan gelar pecahannya Datuak Malano Nan Putiah dan sebagainya. 

Kecuali manggulipah, artinya seorang Panghulu sudah begitu tua dan hingga "Gunung sudah tinggi lurah telah dalam baginya". Maksudnya tidak mampu lagi menjalankan tugas dan kewa jibannya  lagi maka gelar yang disandangnya boleh di kulipahkan kepada yang muda. Mengu lipah itu ada juga di suatu nagari yang menye butnya dengan " Mampasiliehkan" Kepada gene rasi berikutnya. 

Disamping itu ada yang disebut "Mengambang yang talipek"  artinya mendirikan gelar Panghulu adat yang sudah lama tidak dipakai. Hal itu seti dak tidaknya diakui oleh 2 orang saksi dari warga masyarakat setempat. 

Selain itu sebagai yang terakhir dalam pendirian Panghulu adat itu disebut "Bungo bakarang" Bahwa dalam hal ini sesuai dengan namanya dikarang gelar baru. Tetapi dengan syarat 1. Kaum sepakat, 2. Ada rumah adatnya 3. Ada lahan untuk dijadikan "pondam pakuburan" dan di restui oleh separoh lebih dari jumlah Datuak Datuak di nagari teraebut. 

Karena pondam perkuburan itu nantinya akan menjadi ranji (rangkaian jiwa) bagi anggota kaum itu. Pondam perkuburan disebut didalam adat "Ranji di Tanah Koreh" dan inilah Ranji yang tiada membuat dusta di antara kita. Memang tiada dusta diantara kita itu yang menjadi dian tara tujuan dari adat Minangkabau. 

Sementara itu orang yang menjadi Panghulu adat mempunyai 4 fungsinya. Pertama sebagai "Ranji" makanya bagi setiap Panghulu adat hafal baginya 7 level keturunannya, ke-2 berfungsi se bagai "Guru" artinya tempat bertanya bagi orang banyak terutama bagi anak kamanakannya, ke-3 sebagai "Hakim" Kusuik Nan akan manyalasaian, karuah Nan akan manjaniahkan, ke-4 sebagai "Benteng" maksudnya orang yang akan memper tahankan sako jo pusako anak dan kemenakan ke luar dan ke dalam. 

"Adapun acara mendirikan Panghulu adat itu adalah merupakan hak peto dari suatu kaum, " kata fungsionaris adat St.S.Dt Rajo Indo sekali gus tokoh Pers Nasional dan putra Ampalu  Gu run Kecamatan Sungai Tarab. (**) 

Mailis

Post a Comment

Previous Post Next Post