Miliki Cita Rasa Sendiri, Kopi Nagari Koto Tuo Di Gemari Hingga Negeri Jiran

Realitakini.com Tanah Datar                                   
Dikenal dengan sebutan kampung kopi nagari Koto Tuo kecamatan Sungai Tarab lebih dari 60 persen penduduknya mengolah kopi sebagai usaha walau kenyataan saat ini daerah tersebut tidak memiliki perkebunan kopi. 

"Dalam seminggu butuh sekitar 20 Ton kopi mentah jadi rata rata satu bulan kita butuh bahan baku kopi sekitar 80 ton dan untuk bahan kopi kita datangkan dari luar daerah seperti lampung, jambi serta daerah yang ada di Sumatra Barat serta provinsi tetangga, " ujar Yelmi Talpen salah seorang tokoh masyarakat sekaligus pengusaha kopi saat wawancara dengan awak media seusai mengikuti Musrenbang nagari tersebut, Rabu (04/10/2023). 

Lebih lanjut menurut Yelmi Talpen atau biasa di panggil pak Pen mengatakan jika produksi kopi berasal dari nagari tersebut selain di jual di dalam kabupaten juga mengisi kebutuhan untuk daerah lain seperti propinsi tetangga, pulau Jawa bahkan ke negara tetangga. 

"Untuk produksi kopi kita ada yang menjual langsung ke pasar dan juga untuk mengisi pesanan dari luar daerah, seperti Riau, provinsi di Sumatra, pulau Jawa, kalimantan, bahkan negara tetangga Malaysia kita juga telah lebarkan sayap ke sana, " ujarnya. 

Meskipun daerahnya tidak memiliki perkebunan kopi, namun tidak kekurangan dalam mendapatkan bahan mentah kopi untuk di olah menjadi serbuk kopi yang memiliki cita rasa khas tersendiri.

"Usaha kopi di nagari kami merupakan usaha turun temurun dari nenek moyang, sedangkan untuk usaha kopi yang kami gunakan jenis Robusta, memang saat ini kita tidak memiliki perkebunan kopi sendiri atau masih membeli kopi mentah ke luar namun sebelumnya didaerah kami dulunya punya perkebunan kopi, cuma karena terjadinya perubahan iklim kebun kopi diganti jadi kebun tanaman lain seperti itu lah kira, kira, " jelas pak Pen. 

Usaha kopi di nagari tersebut menurut pak pen sangat mendongkrak ekonomi masyarakat setempat, karena bisa membuka lapangan pekerjaan untuk ibuk ibuk rumah tangga dan bisa menopang kehidupan ekonomi keluarga. 

Hal yang sama juga disampaikan oleh wali nagari Koto Tuo Yusri, B. Sc saat menjawab pertanyaan awak media mengatakan di dalam nagari Koto tuo usaha mengolah kopi sudah menjadi usaha turun temurun. 

"Bahan baku kopi kita berasal dari daerah sekitar, dan untuk memenuhi kebutuhan kita juga sudah mengajak masyarakat untuk menanam kopi, namun seiring waktu belum juga bisa terlaksana karena rata rata kebun lebih banyak di tanami dengan tanaman yang lagi tren dan mahal harganya, " ujarnya. 

Untuk itu kata Yusri berharap wali nagari yang baru untuk bisa bersama sama menggerakan masyarakat untuk menanam kopi agar bahan mentah kopi bisa didapatkan dari daerah sendiri., kalau sebelumnya pengolahan kopi dilakukan secara tradisional namun sekarang kata Yusri pengolahan sudah menggunakan mesin. 

"Sekarang pengolahan kopi sudah menggunakan operasional mesin ada sekitar 10  buah mesin untuk mengolah bubuk kopi, untuk kopi mentah kita memperoleh seharga 42 ribu per kilo sedangkan untuk kopi jadi atau sudah jadi bubuk kopi tergantung kualitas kopi yang di olah, kopi untuk restoran dan cafe merupahkan kopi super dan kisaran harga per kilo kira kira sekitar 100 sedangkan untuk kopi dengan kualitas sedang rata rata kisaran harga sekitar 70 ribu rupiah perkilo, " jelasnya. 

Untuk menjadikan wacana sebutan kampung kopi untuk nagari tersebut rencananya pada satu nagari satu even tahun 2024 akan mengangkat tema Kampung kopi. (**) 
Reporter : Mailis

Post a Comment

Previous Post Next Post