Sekretaris DPD Gerindra Sumbar Sebut Ada Tirani Mayoritas Terjadi di DPRD Kabupaten Solok

Realitakini.com-- Kabupatean Solok 
Terkait pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Solok pada Sidang Paripurna, Senin (30/8/2021) lalu. Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerindra Sumatera Barat (Sumbar), Evi Yandri Rajo Budiman menyebutkan adanya tirani mayoritas yang terjadi di DPRD Kabupaten Solok.

"Tidak hanya tirani mayoritas, akan tetapi bisa disebut pengkebirian, pengkudetaan dari orang–orang yang merasa dirinya benar. Padahal, belum tentu yang sedikit itu salah," kata Evi Yandri Rajo Budiman di Padang, Rabu (1/5/2021).

Lebih lanjut Evi Yandri Rajo Budiman mengatakan, saat ini masyarakat bisa melihat adanya tirani mayoritas yang terbentuk di Kabupaten Solok. Adanya pengkebirian, pengkudetaan secara paksa kepada kader kami Dodi Hendra, dari orang-orang yang jumlahnya banyak dan merasa dirinya paling benar.

Ia melihat ada pelabrakan hukum yang terjadi saat ini di DPRD Kabupaten Solok, salah satunya adalah tidak adanya amar dalam putusan Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Solok.

"Jika kita baca, tidak ada amar dalam putusan BK ini. Tuduhan BK DPRD Kabupaten Solok soal agoransi dan otoriter tidak terbukti sebagai pimpinan DPRD, sebagai dasar mosi tidak percaya untuk pemecatan Dodi sebagai Ketua DPRD," jelasnya.

Evi Yandri memandang adanya indikasi BK DPRD Kabupaten Solok melakukan pemaksaan ketika pemberian sanksi kepada Dodi Hendra. Sebab, ada beberapa kejanggalan yang ditemukan.

"Pemberian sanksi yang tidak singkron dengan permasalahan yang ditujukan soal agoransi dan otoriter Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD tak terbukti. Kok BK malah memproses hal lain, ketika Dodi Hendra masih menjadi Anggota DPRD Kabupaten Solok," terangnya.

Dikatakannya, BK DPRD Kabupaten Solok tidak bisa menjatuhkan sanksi yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan yang ditujukan kepada Dodi Hendra saat jadi Ketua DPRD. Ini nyata-nyata pelanggaran hukum yang dilakukan oleh BK. 

"Adanya konflik kepentingan, sebab dari 5 orang anggota BK yang memproses, 4 diantaranya merupa kan pelapor mosi tidak percaya. Ini sama halnya BK sudah tidak independent lagi dan menghalalkan berbagai cara untuk melakukan pelengseran terhadap Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok," terang Evi Yandri Rajo Budiman.

Selain itu, Evi Yandri juga mengatakan harus adanya putusan yang dihasilkan dalam pemberian sanksi. Evi Yandri menjelaskan, bahwa BK DPRD Kabupaten Solok melanggar prosedur hukum. Karena tidak sesuai dalam tata beracara BK yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2019.

Soal pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok, Evi Yandri menegaskan bahwa harus sesuai dengan Pasal 36 sampai 38 PP 12 Tahun 2018. Dodi Hendra diberhentikan bukan dengan hasil paripurna, tapi surat dari keputusan gubernur.

"Sekali lagi, ini pengkebirian terhadap kader Gerindra. Keputusan pemberhentian Dodi Hendra sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok cacat hukum. Hingga saat ini Dodi masih sah secara hukum sebagai Ketua DPRD Kabupaten Solok sesuai dengan SK Gubernur Sumbar, dan sampai saat ini belum ada pencabutan SK dari Gubenur Sumbar," tutupnya. (Syafri)

Post a Comment

Previous Post Next Post