Praktisi Hukum Boy Gunawan Sorot Temuan BPK RI 2021 Di Pemkab Solok

Realitakini.com-Kabipaten Solok
Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor 43.B/LHP/ XVIII.PDG/05/2021 tentang Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan atas pemerintah Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Solok Tahun 2020, menjelaskan bahwa terdapat permasalahan terkait pemborosan belanja BBM pada 15 OPD, minimal sebesar Rp 622.780.390, dan kelebihan pembayaran belanja BBM pada 5 OPD sebesar Rp262.751.651.

Atas permasalahan tersebut, BPK RI me rekomendasikan Bupati Solok agar me netapkan Peraturan Bupati (Perbup) yang mengatur mengenai pengelolaan BBM, diantaranya mengatur terkait tata cara penggunaan, jumlah dan pertanggung jawaban BBM.

Sesuai dengan hasil pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan BPK RI pada semester II Tahun 2021,Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Solok belum me nindaklanjuti rekomendasi BPK RI tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas bukti pertanggungjawaban realisasi belanja BBM pada Sekretariat Daerah (Setda), Dinas Sosial, Dinas Kesehat an, Kecamatan Bukit Sundi, Kecamatan Payung Sekaki, Kecamatan Hiliran Gumanti , dan Kecamatan Gunung Talang.

Hasil permintaan keterangan kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) OPD, diketahui hal-hal sebagai berikut, pertama, nilai realisasi komponen Belanja Bahan Bakar dan dan Pelumas padaBelanja Barang Pakai Habis Tahun 2021, Setda Rp 716.730.932, Dinas Sosial Rp182.408.702, Dinas Kesehatan Rp121.525.750, Kecamatan Bukit Sundi Rp18.538.596, Kecamatan Payung Sekaki Rp45.726.590, Kecamatan Hiliran Gumanti Rp20.559.500, dan Ke camatan Gunung Talang sebesar Rp 35.112.507.

Kedua, mekanisme realisasi belanja BBM untuk kendaraan dinas dilakukan melalui penggantian uang oleh Bendahara Pe ngeluaran OPD, kepada pemegang kendara an dinas atas belanja BBM yang telah dikeluarkan.

Secara periodik, masing-masing pemegang kendaraan menyampaikan bukti belanja BBM-nya berupa nota Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebagai bahan pertanggungjawaban.

Sama halnya dengan pengelolaan belanja pada umumnya, setiap nota BBM yang diterima oleh Bendahara Pengeluaran, selanjutnya dikalkulasi, direkapitulasi dan diversifikasi secara berjenjang hingga disahkan oleh Pengguna Anggaran (PA).

Pengesahan belanja oleh PA menjadi dasar pembayaran belanja oleh Bendahara Pe ngeluaran ke masing-masing pemegang kendaraan, yang dilakukan secara non tunai. Tidak ada mekanisme perjanjian kerjasama dan pembayaran langsung ke SPBU pada Tahun 2021.

Pemeriksaan lebih lanjut dalam rangka pengujian bukti pertanggungjawaban belanja BBM dengan melakukan konfirmasi kepada 2 SPBU yang memiliki jumlah transaksi besar dengan ketujuh OPD tersebut, yaitu SPBU PT. HKU pada tanggal 16 April 2022, dan SPBU PT. SAP pada tanggal 21 April 2022.

Berdasarkan hasil konfirmasi BPK RI, dari kedua SPBU dan hasil hasil pemeriksaan terhadap dokumen pertanggungjawaban belanja BBM pada 7 OPD yang diuji petik, menunjukkan bahwa nota SPBU yang menjadi pendukung kwitansi pembayaran belanja BBM, tidak sesuai dengan hasil konfirmasi BPK RI pada kedua SPBU tersebut.

Menyorot persoalan temuan BPK RI di Pemkab Solok tersebut, Praktisi Hukum yang juga putra Solok Boy Gunawan,SH.MH pada Realitakini.com, Jumat (22/07/2022), melalui handphone pribadi nya menyebut kan bahwa persolan ini adalah sumbernya dana dari keuangan negara, sesuai dengan Undang-Undang (UU) RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara.

"Dimana pada pasal 1 angka 1 menjelaskan, bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut," kata Boy Gunawan.

Dilanjutkannya, sedangkan keuangan negara yang dimaksud dalam penjelasan UU Nomor 31 Tahun 1999, adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul.

"Karena, pertama, berada dalam penguasa an, pengurusan, dan pertang gungjawaban pejabat lembaga negara baik di tingkat pusat maupun di daerah, dan sebagai akibatnya negara dirugikan dalam hal ini APBD Kabupaten Solok, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, pasal 2 dan pasal 3, termasuk pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang menyebut kan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memper kaya  diri sendiri, atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun, dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah," tegasnya.

Lebih lanjut, diterangkannya, pasal 3 me nyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau  orang lain atau suatu korporasi, menyalah guna kan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara dipidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling se dikit  50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.

"Dalam hal ini bupati juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab selaku kepala daerah, karena bupati/ gubernur diberikan kuasa oleh presiden untuk mengelola keuangan, dan serahkan kepada OPD selaku Pengguna Anggaran (PA)," pungkasnya. (Syafri)

Post a Comment

Previous Post Next Post