Kali ini sorotan publik tertuju pada pembangunan Gedung DPRD Kota Padang yang disebut-sebut merugikan negara hingga Rp 2,2 miliar.Temuan itu bukan isapan jempol belaka. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI secara resmi mengungkap adanya kelebihan bayar pada proyek prestisius tersebut. Meski kerugian negara akhirnya dikembalikan bertahap hingga 25 Juli 2025, publik menilai langkah itu terlambat dan tidak bisa menghapus indikasi tindak pidana.
Sesuai aturan, pengembalian kerugian negara wajib diselesaikan dalam waktu 60 hari sejak temuan. Fakta bahwa Pemko Padang baru menuntaskannya jauh melewati tenggat waktu, membuat dugaan korupsi tetap sah untuk diproses secara hukum.
GMM Sumbar Angkat Suara: “Pengembalian Uang Bukan Penghapus Dosa”
Merespons situasi tersebut, Gerakan Masyarakat Muda Sumbar Menggugat (GMM Sumbar) menyatakan ultimatum keras. Mereka menilai Wali Kota Padang dan jajaran Dinas PUPR gagal menjaga integritas pemerintahan serta lalai dalam mengelola anggaran rakyat.
“Pengembalian uang negara tidak otomatis menghapus pidana. Jika hukum hanya berhenti pada pengembalian kerugian, maka korupsi akan terus merajalela,” tegas Aldi, Koordinator Aksi, dalam surat resmi bernomor 011/A/GMM/IX/2025 yang dikirim ke Polresta Padang.
Aksi Massa: Kamis, 11 September 2025
GMM Sumbar mengumumkan akan menggelar unjuk rasa besar-besaran pada:
Hari/Tanggal: Kamis, 11 September 2025
Waktu: Pukul 14.00 WIB
Lokasi: Balaikota Padang & Kantor Dinas PUPR
Massa yang diturunkan diperkirakan mencapai 70–100 orang. Mereka akan membawa spanduk, banner, toa, pengeras suara, hingga ban bekas sebagai simbol perlawanan.Aksi ini bukan sekadar protes biasa, melainkan peringatan keras bagi Pemko. Jika tuntutan mereka diabaikan, GMM Sumbar mengancam akan kembali turun dengan jumlah massa dua kali lipat lebih besar.
Tuntutan GMM Sumbar Dalam pernyataannya, GMM Sumbar menegaskan lima poin utama:
-Mendesak Wali Kota Padang mencopot Kepala Dinas PUPR yang
dinilai lalai dan gagal menjalankan amanah.
Ø -Menuntut aparat penegak hukum memproses dugaan korupsi
secara pidana, meskipun kerugian negara sudah dikembalikan.
Ø -Menuntut Wali Kota melakukan pembersihan internal dengan
mengganti kepala dinas yang tidak becus bekerja.
Ø -Mengancam akan mengerahkan massa dua kali lipat bila
tuntutan diabaikan.
Ø -Menolak pejabat tidak kompeten yang hanya menjadi beban bagi
Kota Padang.
Taruhan
Kredibilitas Wali Kota
-Bagi publik, kasus ini bukan sekadar
angka kerugian Rp 2,2 miliar. Lebih jauh, ia menjadi ujian kredibilitas dan
integritas bagi Wali Kota Padang.Pertanyaan besar kini menggantung di udara:
-Apakah Wali Kota akan berpihak pada
rakyat dengan menegakkan disiplin dan transparansi?
-Atau justru memilih melindungi
pembantu dekatnya yang kini terseret persoalan hukum?
Jika Pemko memilih diam, maka
gelombang perlawanan masyarakat diyakini akan semakin membesar. Skandal ini
berpotensi menjadi titik api yang membakar legitimasi Wali Kota di mata rakyat.
Publik Menanti Jawaban!
Hingga berita ini diturunkan,
redaksi masih berupaya menghubungi Wali Kota Padang maupun Dinas PUPR untuk
mendapatkan klarifikasi resmi.
Namun yang jelas, publik kini
menunggu langkah tegas: apakah Pemko berani melakukan bersih-bersih internal,
atau memilih menutup mata terhadap dugaan korupsi yang sudah terbuka lebar.
Satu hal pasti, kasus ini tidak
hanya soal Rp 2,2 miliar, melainkan tentang harga diri Kota Padang di mata
rakyatnya sendiri.