PHI Soroti Pengembalian Merek Yang Telah Dihapus, Dinilai Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Realitakini.com-Blitar ,
 Polemik hukum terkait pengembalian merek yang telah dihapus dari daftar perlindungan hukum karena tidak lagi digunakan dalam jangka waktu tertentu mendapat sorotan tajam dari Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI). Ketua Umum DPP IPHI, Rahmat Santoso, menilai langkah pengembalian merek tersebut berdampak buruk bagi iklim usaha, investasi, dan perlindungan tenaga kerja di Indonesia.

Menurut Rahmat, pengembalian merek yang sudah dihapus berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan menciptakan preseden negatif bagi para pelaku usaha yang telah berinvestasi dengan itikad baik. “Pengembalian merek berimbas buruk bagi kelangsungan kegiatan ekonomi, khususnya pengusaha, investor, termasuk para pekerja di dalamnya,” tegas Rahmat Santoso, Selasa (11/11/2025).

Kasus Bermula dari Putusan MA Tahun 2001

Polemik ini berawal dari kasus hukum yang tertuang dalam LP No. B/586/VIII/2024/SPKT Polda Bali tertanggal 16 Agustus 2025, pada Unit IV Subdit I Ditreskrimsus.Peristiwa bermula pada tahun 2001, ketika Mahkamah Agung memutuskan untuk menghapus pendaftaran merek tertentu atas nama Mohindar H.B karena merek tersebut tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut. Putusan tersebut sejalan dengan ketentuan hukum merek nasional yang mencegah penimbunan hak tanpa pemanfaatan ekonomi yang nyata.

Enam tahun kemudian, pada 2007, pengusaha Fong Felix mendaftarkan dan resmi menjadi pemilik merek “POLO KIDS”, yang didaftarkan secara sah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Sejak itu, Fong Felix menjalankan kegiatan usaha dengan melibatkan produksi, tenaga kerja, rantai pasok, dan sejumlah gerai penjualan di berbagai wilayah.

Daftar Merek Sah yang Dimiliki Fong Felix Fong Felix juga diketahui memiliki beberapa merek terdaftar secara resmi, antara lain:

Logo Orang Menunggang Kuda (IDM 000099368, kelas 25),
RLPCPolo (IDM 000274575 dan IDM 000646948, kelas 25),
NAVYPOLORALPHLAUREN (IDM 000031864, kelas 25),
LUKISAN (IDM 000556307, kelas 25), serta
NAVIPOLORALPHLAUREN (IDM 000636356, kelas 25).

Namun, situasi berubah drastis ketika muncul klaim pengembalian merek yang sebelumnya telah dihapus oleh putusan Mahkamah Agung. Klaim ini memicu penyitaan ribuan barang dagangan berdasarkan surat penyitaan dari Polda Bali dan penutupan sejumlah gerai usaha Fong Felix.

IPHI Pertanyakan Dasar Hukum “Kembalinya” Hak Merek
Rahmat Santoso yang juga menjadi penasihat hukum Fong Felix bersama Petrus Bala Pattyona, menilai terdapat kejanggalan hukum dalam pengembalian hak merek yang sudah dinyatakan terhapus.

“Ada beberapa kejanggalan pokok yang perlu disoroti — bagaimana bisa terjadi ‘kembalinya’ hak atas merek yang sudah dihapus?” kata Rahmat.

Ia menegaskan bahwa penghapusan pendaftaran merek semestinya menghapus seluruh hak pendaftaran sebelumnya, kecuali ada alasan hukum yang sangat kuat, seperti novum atau pembatalan putusan penghapusan berdasarkan bukti baru.

“Publik berhak mendapatkan penjelasan mengenai dasar hukum pengembalian tersebut,” ujarnya.

Diduga Terjadi Ultra Petita dan Perlu Telaah Yuridis Rahmat juga mengingatkan potensi terjadinya putusan ultra petita, yakni putusan yang melampaui apa yang dimohonkan dalam gugatan. Jika pengembalian hak tersebut mencakup nama atau etiket yang berbeda dari sertifikat asli, maka terdapat masalah hukum serius yang perlu dikaji mendalam oleh lembaga peradilan.

“Dampak hidupnya kembali kepemilikan merek yang janggal ini tidak hanya pada klien kami, tetapi juga terhadap kepentingan umum, para pekerja, serta iklim investasi nasional,” tegasnya.

Tuntutan Keadilan dan Transparansi Atas kondisi tersebut, Rahmat Santoso menyampaikan sejumlah tuntutan dan permohonan kepada pihak berwenang:Transparansi dokumen dan dasar hukum pengembali an hak merek kepada Mohindar H.B.

Klarifikasi apakah putusan pengadilan yang memulihkan merek tersebut melebihi isi sertifikat ter dahulu. Penundaan penyidikan oleh Polda Bali hingga proses perkara di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat Nomor 114/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN.Jkt.Pst selesai dan inkracht.

Penjelasan administratif dari DJKI mengenai status merek dan perlindungan sementara bagi pemegang hak yang menggunakan merek secara produktif. Izin pembukaan kembali gerai Fong Felix di Bali, karena proses hukum masih berjalan dan belum inkracht.

“Kami mohon agar toko-toko klien kami dapat beroperasi kembali karena masih terlalu prematur untuk menyatakan Mohindar H.B sebagai pemilik sah merek tersebut,” kata Rahmat menegaskan. IPHI Minta Penegakan Prinsip Non-Use dan Kepastian Hukum. 

Rahmat Santoso menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa perlindungan hukum di bidang kekayaan intelektual harus berpijak pada kepastian hukum, keadilan prosedural, dan perlindungan bagi pemakai produktif.

“Bila ada putusan yang mengembalikan hak tanpa dasar hukum kuat atau melanggar prosedur, itu men jadi preseden berbahaya bagi pelaku usaha lokal, pekerja, dan investor. Oleh karena itu kami menuntut transparansi penuh serta penegakan hukum yang konsisten dengan norma non-use dan prinsip per lindung an pemakai produktif,” pungkasnya.(*)

Post a Comment

Previous Post Next Post