BPBD Provinsi Sumbar, ungkapnya, telah melaksanakan Bimbingan Teknis Jitu Pasna terhadap aparatur desa, lurah, nagari, jurnalis, tagana dan relawan sejak 2016 lalu. Bimtek per angkatan itu dilaksanakan selama 4 hari.
“Pemerintah terendah yakni desa lurah dan nagari memiliki fungsi penanggulangan
bencana. Hingga sekarang Jitu Pasna telah menyentuh seluruh pihak. Sudah
angkatan ke-42. Melibatkan 960 lebih desa nagari dan lurah di Sumbar. Jitu
Pasna bukan tim evakuasi. Tapi terkait sumber data pascabencana,” tegasnya.
Suryadi
menambahkan, Jitu Pasna sangat penting. Jangan sampai aparatur negara yang
ditunjuk sebagai PPK dan KPA mengurus korban bencana, tetapi justru terseret ke
ranah hukum. Hal ini terjadi karena tidak adanya keakurasian data dimulai dari
awal terjadinya bencana.
“Sudah
banyak yang terseret ke ranah hukum terkait data yang tidak akurat dan tumpah
tindih. Begitulah beratnya ancaman terhadap tenaga fasilitator dan petugas
lainnya di lapangan dalam menghimpun data. Mereka juga kerap diancam oleh
masyarakat dan pejabat untuk memasukkan data korban bencana yang kurang dan
tidak patut memperoleh bantuan,” ungkapnya.
Karena
itu, pengkajian data kebutuhan pascabencana harus tersimpan dengan baik agar
dapat mengelola bencana dengan baik. “Dengan adanya Pengkajian Kebutuhan
Pascabencana (Jitu Pasna), mereka tahu siapa yang layak dapat bantuan,”
ungkapnya.(*Rk)